Rabu, 24 Oktober 2018

VARISELLA (Cacar Air)

No. ICPC II: A72 Chickenpox 
No. ICD X: B01.9Varicella without complication (Varicella NOS) 

Tingkat Kemampuan: 4A 

Masalah Kesehatan 
Varisella atau yang disebut juga dengan bahasa awamnya cacar air merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus Varicellazoster yang menyerang kulit dan mukosa. Masa inkubasi 14-21 hari. Penyakit ini dapat menular melalui udara (air-borne) dan kontak langsung. 

Hasil Anamnesis (Subjective) 
Secara umum saat seseorang mengalami penyakit ini, akan mengeluhkan demam, malaise (lemas), dan nyeri kepala. Kemudian disusul timbulnya lesi kulit berupa papul eritem yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel (plenting-plenting) yang biasanya disertai rasa gatal. Walaupun tidak semua orang yang menderita penyakit ini akan mengalami keluhan serupa seperti yang disebutkan diatas, dikarenakan daya tahan tubuh setiap orang berbeda-beda.

Faktor Risiko 
1. Anak-anak. 
2. Riwayat kontak dengan penderita varisela. 
3. Keadaan imunodefisiensi. 

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) 
Pemeriksaan Fisik  
Tanda Patognomonis Erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan menjadi keruh dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikelvesikel baru yang menimbulkan gambaran polimorfik khas untuk varisela. 


Penyebaran terjadi secara sentrifugal, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas atas. 

Pemeriksaan Penunjang 
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel Tzanckyaitu sel datia berinti banyak. 

Penegakan Diagnosis (Assessment) 
Diagnosis Klinis 
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. 

Diagnosis Banding 
1. Variola. 
2. Herpes simpleks disseminata. 
3. Coxsackievirus. 
4. Rickettsialpox. 

Komplikasi 
Pneumonia, ensefalitis, hepatitis, terutama terjadi pada pasien dengan gangguan imun. Varisela pada kehamilan berisiko untuk menyebabkan infeksi intrauterin pada janin, menyebabkan sindrom varisela kongenital. 

Penatalaksanaan komprehensif (Plan) 
Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel. Selain itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak dengan orang lain. 

Konseling & Edukasi 
Edukasi bahwa varisella merupakan penyakit yang self-limiting pada anak yang imunokompeten. Komplikasi yang ringan dapat berupa infeksi bakteri sekunder. Oleh karena itu, pasien sebaiknya menjaga kebersihan tubuh. Penderita sebaiknya dikarantina untuk mencegah penularan.  

Kriteria rujukan  
1. Terdapat gangguan imunitas  
2. Mengalami komplikasi yang berat seperti pneumonia, ensefalitis, dan hepatitis. 

Sarana Prasarana 
1. Lup 
2. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel Tzanck 

Prognosis 
Prognosis pada pasien dengan imunokompeten adalah bonam, sedangkan pada pasien dengan imunokompromais, prognosis menjadi dubia ad bonam. 





Referensi 
1. Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. 

2. James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew’s  Diseases  of  the  Skin:  Clinical   Dermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000. 

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman Pelayanan Medik. 2011. 


PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER

Terwujudnya kondisi kesehatan masyarakat yang baik adalah tugas dan tanggung jawab dari negara sebagai bentuk amanah konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam pelaksanaannya negara berkewajiban menjaga mutu pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh fasilitas kesehatan serta tenaga kesehatan yang berkualitas. Untuk mewujudkan tenaga kesehatan yang berkualitas, negara sangat membutuhkan peran organisasi profesi tenaga kesehatan yang memiliki peran menjaga kompetensi anggotanya. 

Bagi tenaga kesehatan dokter, Ikatan Dokter Indonesia yang mendapat amanah untuk menyusun standar profesi bagi seluruh anggotanya, dimulai dari standar etik (Kode Etik Kedokteran Indonesia – KODEKI), standar kompetensi yang merupakan standar minimal yang harus dikuasasi oleh setiap dokter ketika selesai menempuh pendidikan kedokteran, kemudian disusul oleh Standar Pelayanan Kedokteran yang harus dikuasai ketika berada di lokasi pelayanannya, terdiri atas Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran dan Standar Prosedur Operasional.  

Standar Pelayanan Kedokteran merupakan implementasi dalam praktek yang mengacu pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Dalam rangka penjaminan mutu pelayanan, dokter wajib mengikuti kegiatan Pendidikan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) dalam naungan IDI.  

Tingkat kemampuan dokter dalam pengelolaan penyakit di dalam SKDI dikelompokan menjadi 4 tingkatan, yakni : tingkat kemampuan 1, tingkat kemampuan 2, tingkat kemampuan 3A, tingkat kemampuan  3B dan tingkat kemampuan  4B serta tingkat kemampuan 4B. 

Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan 
Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. 

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk 
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. 

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk 

3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. 

3B.Gawat darurat 
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. 

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. 
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter 
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan  

Kedokteran Berkelanjutan (PKB) Pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun  2012, dari 736 daftar penyakit terdapat 144 penyakit yang harus dikuasai penuh oleh para lulusan karena diharapkan dokter layanan primer dapat mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas. Selain itu terdapat 275 ketrampilan klinik yang juga harus dikuasai oleh lulusan program studi dokter. Selain 144 dari 726 penyakit, juga terdapat 261 penyakit yang harus dikuasai lulusan untuk dapat mendiagnosisnya sebelum kemudian merujuknya, apakah merujuk dalam keadaaan gawat darurat maupun bukan gawat darurat. 

Kondisi saat ini, kasus rujukan ke layanan sekunder untuk kasus-kasus yang seharusnya dapat dituntaskan di layanan primer masih cukup tinggi. Berbagai factor mempengaruhi diantaranya kompetensi dokter, pembiayaan dan sarana prasarana yang belum mendukung. Perlu diketahui pula bahwa sebagian besar penyakit dengan kasus terbanyak di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2010 termasuk dalam kriteria 4a.  

Dengan menekankan pada tingkat kemampuan 4, maka dokter layanan primer dapat melaksanakan diagnosis dan menatalaksana penyakit dengan tuntas,. Namun bila pada pasien telah terjadi komplikasi, tingkat keparahan (severity of illness) 3 ke atas, adanya penyakit kronis lain yang sulit dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun, yang seluruhnya membutuhkan penanganan lebih lanjut, maka dokter layanan primer secara cepat dan tepat harus membuat pertimbangan dan memutuskan dilakukannya rujukan. 

Melihat kondisi ini, diperlukan adanya panduan bagi dokter pelayanan primer yang merupakan bagian dari standar pelayanan dokter pelayanan primer. Panduan ini selanjutnya menjadi acuan bagi seluruh dokter pelayanan primer dalam menerapkan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat. 

Panduan ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan dengan cara: 
  1. Memberi pelayanan sesuai bukti sahih terkini yang cocok dengan kondisi pasien, keluarga dan masyarakatnya 
  2. Menyediakan fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan standar pelayanan 
  3. Meningkatkan mawas diri untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan professional sesuai dengan kebutuhan pasien dan lingkungan 
  4. Mempertajam kemampuan sebagai gatekeeper pelayanan kedokteran dengan menapis penyakit dalam tahap dini untuk dapat melakukan penatalaksanaan secara cepat dan tepat sebagaimana mestinya layanan primer 



Referensi
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I